Lama tak bersua, kabar
tak terngiang. Waktu hanyalah waktu, kenangan hanyalah abu. Terlalu lama hatiku
menunggu. Sampai rindu enggan menyambut. Begitu lemahnya diriku, terbuai sumpah
indahmu. Namun sumpah menjadi sampah yang lambat laun kian membusuk. Raga ini
setia menunggu rupamu, namun harum tubuhmu pun tak kunjung tercium. Sampai
kapan dirimu jauh? Atau dirimu telah bersama aku yang lain?
Kala bersama begitu indah, indah layaknya sang surya
senja hendak kembali ke peraduan. Langit sore menyelimuti dan awan kalut saling
bersenda gurau. Burung-burung melukis senyum. Sang kelelawar lapar mulai
berburu. Cahaya dunia mulai meredup, menemani raga yang mulai rapuh.
Namun waktu mulai berkisah. Apa yang
ada di ruang imajinasi mulai pudar. Layaknya lukisan tak berwarna. Itulah
takdirku. Perpisahan membuatku meredup. Kala janji termakan waktu, kala waktu
termakan takdir dan kala bersama tak lagi indah.
Datanglah kepadaku.
Jujurlah padaku. Dan jangan pernah bersumpah untukku. Hingga aku tak kan pernah
menanti hadirmu.