Minggu, 01 Desember 2013

Di Ujung Pematang Sawah

Kepala tegak, tangan mengepal. Begitukah caramu untuk terus berusaha di tengah ketidak berdayaanmu? Sungguh berat hidup ini bukan? Tak pernah sedikitpun aku membayangkan semua ini harus kuhadapi. Kekosongan, kesedihan dan kerapuhan batin yang aku rasakan tak akan pernah bisa kembali memberiku cara untuk kembali melengkungkan bibirku ke atas.

Kemarin aku tersudut di ujung pematang sawah. Membuatku berpikir haruskah aku seberangi sungai deras di hadapanku dan melanjutkan petualanganku? Ataukah aku harus berhenti di titik itu dan kembali ke dalam kehidupan yang membodohiku?

Jumat, 22 November 2013

UNIDENTIFIED DREAM

       Saat berbicara mimpi, aku sering bingung sendiri apa sih mimpiku ini sebenarnya. Bukannya aku tak punya mimpi, tapi mimpiku terlalu banyak sampai aku bingung memilah mana yang terbaik. Suatu waktu, aku sempat di buat pusing dengan mimpiku sendiri. Aku bingung mau dibawa ke mana hidupku yang singkat ini. Sempat terpikir bahwa aku akan berkeliling Indonesia mulai dari tiap sudut kecilnya sampai tempat yang memang "besar" di mata dunia. Tapi aku selalu memikirkan keterbatasan waktu dan biaya milikku. Dan sempat ku ganti mimpiku untuk menjadi ahli logistik di masa mendatang. Tapi lagi-lagi aku terbawa ke angan kelamku. Selalu aku memikirkan hal jelek yang akan terjadi nanti. Kenapa aku selalu memikirkan kegagalan? Apakah nanti aku akan menjadi pribadi yang gagal? Entahlah. Setahuku, sampai saat ini aku masih memiliki kehidupan yang penuh warna. Meskipun aku masih bingung akan tujuanku hidup sebenarnya. Dan kedua skenario mimpiku di atas tadi masih aku jalani. Aku masih tetap kuliah di jurusan logistik dan aku masih juga doyan traveling. Yang jadi acuanku sekarang adalah pepatah kuno yang memang selalu benar menurutku. "Masa lalu adalah pelajaran, masa depan adalah misteri dan masa kini adalah realita."

SHOCKING MOMENT EVER

     Sabtu, 26 Oktober 2013 menjadi malam minggu penuh pilu bagiku bahkan seluruh keluargaku. Malam yang seharusnya menjadi malam penuh canda tawa serta kehangatan keluarga berubah menjadi malam sejuta air mata. Sabtu, 26 Oktober 2013, entah aku harus cerita dari mana. Saat aku menulis ini pun, air mata tak bisa ku tahan lajunya. Malam itu, aku terdiam, merenung, mengenang dan menangis. Langit kelam seakan enggan pergi dari batin dan pikiranku. Laksana hidup di tengah kesedihan. Akupun larut di dalamnya. Semua kenangan, semua tawa, semua pesan terus menerus bergulir di pikiranku. Kenapa hal itu mesti terjadi?

Kamis, 21 November 2013

GAMBIR

     Sinar sang surya pagi menghangatkanku di sudut stasiun gambir. lalu lalang kendaraan terus menerus nampak di mataku. Sesekali terdengar suara klakson kereta api membangunkan lamunanku. Oh stasiun gambir.
     Pagi ini, aku sendiri menatap hidup dan kali ini aku tak sengaja ada di tanahmu, stasiun gambir. Terima kasih atas kesudianmu untuk menjadi temanku pagi ini di kala kereta itu meninggalkanku.


Jakarta, 17 Oktober 2013

TANPA SADAR

     Sore kelabu menemani langkah kaki yang rapuh menuju kursi tua itu. Ku sandarkan raga ini sembari berasap. Dari serambi ini kupandangi setiap jengkal makhluk hidup di hadapanku. Tak menarik memang. Tapi aku tak punya pilihan lain.
     Lima belas tahun belakangan, inilah hal terasyik dalam hidupku. Menyendiri ditemani sepi. Terkadang angin sore datang menyapa. Terkadang pula air hujan datang berkunjung. Di mana orang-orang? Itu pertanyaan tersulit yang pernah aku dengar. Entahlah di mana mereka. Andai saja kau bertanya lima belas tahun yang lalu, aku pasti akan menjawabnya. Entah mengapa semua pergi meninggalkanku. Apa salahku kepada mereka sampai menengokku pun tak sudi. Lima belas tahun yang lalu, aahh, apa yang telah terjadi?
     Kenapa aku dicampakkan? Kenapa aku tak dihiraukan? Kenapa aku terkubur?


Argo Parahyangan, 11 Oktober 2013

Sabtu, 12 Oktober 2013

[SYAIR] Kala Bersama Tak Lagi Indah

Lama tak bersua, kabar tak terngiang. Waktu hanyalah waktu, kenangan hanyalah abu. Terlalu lama hatiku menunggu. Sampai rindu enggan menyambut. Begitu lemahnya diriku, terbuai sumpah indahmu. Namun sumpah menjadi sampah yang lambat laun kian membusuk. Raga ini setia menunggu rupamu, namun harum tubuhmu pun tak kunjung tercium. Sampai kapan dirimu jauh? Atau dirimu telah bersama aku yang lain?
Kala bersama begitu indah, indah layaknya sang surya senja hendak kembali ke peraduan. Langit sore menyelimuti dan awan kalut saling bersenda gurau. Burung-burung melukis senyum. Sang kelelawar lapar mulai berburu. Cahaya dunia mulai meredup, menemani raga yang mulai rapuh.

Namun waktu mulai berkisah. Apa yang ada di ruang imajinasi mulai pudar. Layaknya lukisan tak berwarna. Itulah takdirku. Perpisahan membuatku meredup. Kala janji termakan waktu, kala waktu termakan takdir dan kala bersama tak lagi indah.

Datanglah kepadaku. Jujurlah padaku. Dan jangan pernah bersumpah untukku. Hingga aku tak kan pernah menanti hadirmu. 

Surat Cinta Pertama

Teruntuk kamu, wanita yang jauh di sana..

Terima kasih sudah menerimaku secara utuh dan apa adanya. Aku tak pernah menyangka, aku telah dirimu cintai sedemikian rupa. Aku bukanlah pangeran yang gagah dengan pedang dan kudanya. Aku bukanlah seorang pujangga yang selalu memiliki kata-kata romantis nan indah. Tapi aku tau, bahwa akulah laki-laki yang bisa membuat hidupmu menjadi penuh cerita.

"Jika aku adalah cerita, maka dirimu adalah waktu." Dirimu melengkapi setiap kepingan hidupku yang hilang, selalu tau apa yang aku rasa, dan selalu bisa membuatku kembali menemukan cara untuk tersenyum. Tapi, apakah aku sudah bisa melakukan hal itu untukmu?

Maaf dan maaf tak hentinya terlontar dariku sebagai pertanda tak sempurnanya diriku. Aku selalu mencoba untuk membuatmu tersenyum. Tapi malah terkadang membuatmu menangis. Pantaskah aku untukmu?

5 tahun yang lalu, aku menyatakan cintaku dihadapanmu. Jauh dari kata romantis. Tapi dirimu tau, aku tulus. Dan 
ketulusanku tak pernah pudar hingga saat ini. Hanya itu yang bisa diriku ini persembahkan untukmu.

Entahlah apa yang diriku tulis saat ini. Aku hanya ingin berterima kasih kepadamu. Terima kasih atas sandaranmu dikala aku hampir terjatuh, terima kasih atas nasihatmu dikala aku akan terbang dan terima kasih atas tatapan indah matamu yang menuntun langkahku menjauhi kegelapan. Terima kasih. Aku memang disini, tapi cintaku dapat mengalahkan ratusan kilometer jarak antara kita sekarang. 

Tertanda,

Aku, laki-laki kurusmu.

Minggu, 31 Maret 2013

Someday In Logawa


Enjoy itu sederhana. Dimulai dari perjalanan saya menuju kampung halaman bokap di Yogyakarta. Berangkat jam 6 pagi dengan modal tanpa tidur itu rasanya seperti ditonjokin Mike Tyson. Pusing, ngantuk dan mata sepet menemani perjalanan saya di atas kereta. Sampai akhirnya kereta berhenti di Kota Surabaya. Datanglah tiga orang penumpang yg duduk berdekatan dengan saya. Ada suami istri dan seorang mahasiswi. Awalnya ya canggung lah pastinya. Namanya juga orang baru kenal. Tapi suasana pecah setelah Ibu Putut, ibu yg merupakan istri Pak Putut dan ibu yg duduk didepan saya memulai percakapan. Beliau bertanya kepada saya dan kepada mahasiswi di samping saya,

Rabu, 06 Februari 2013

Berani Terbuka


           Apa kabar para JOMBLOERS. Maaf nih, bukannya nyinggung kalian yang masih LDRan sama jodoh dari masa depan, tapi saya punya cerita baru tentang kalian. Memang fenomena jomblo sudah menjadi tren mulai dari jaman modern ini. Kebanyakan para jomblo bisa menerima keadaan dan santai-santai saja menyandang gelar jomblo. Tapi banyak juga yang tidak bisa menerima keadaan (galau tingkat dewa). Bagi mereka yang tidak bisa menerima bahwa dirinya adalah jomblo, mereka akan melakukan segala cara untuk menemukan tambatan hatinya. Mulai dari ngajak kenalan tiap cewek yang lewat, memohon ke temen buat dikenalin sama temen cewek temennya sampai bergabung di situs pencarian jodoh.