Minggu, 01 Desember 2013

Di Ujung Pematang Sawah

Kepala tegak, tangan mengepal. Begitukah caramu untuk terus berusaha di tengah ketidak berdayaanmu? Sungguh berat hidup ini bukan? Tak pernah sedikitpun aku membayangkan semua ini harus kuhadapi. Kekosongan, kesedihan dan kerapuhan batin yang aku rasakan tak akan pernah bisa kembali memberiku cara untuk kembali melengkungkan bibirku ke atas.

Kemarin aku tersudut di ujung pematang sawah. Membuatku berpikir haruskah aku seberangi sungai deras di hadapanku dan melanjutkan petualanganku? Ataukah aku harus berhenti di titik itu dan kembali ke dalam kehidupan yang membodohiku?
Saat aku melangkahkan kakiku menuju aliran sungai  itu, semua memori yang tersimpan rapi di dalam otakku kembali terbuka. Semua kebodohan yang telah aku lakukan bersama mereka seakan tereka ulang di hadapanku dan membuatku terhenti untuk melangkahkan kaki yang mulai rapat. Berat meninggalkan semua yang telah ada di hidupku selama ini. Tetapi, haruskah aku kembali ke dalam kehidupan yang selalu membodohiku selama ini? Batinku terguncang, laksana hanyut terbawa ombak samudra, lalu mati. Lama ku terdiam di ujung pematang sawah itu. Untuk kesekian kalinya aku dibuat bodoh oleh hidupku sendiri. Oh Tuhan yang jauh di sana, apakah salahku terlalu besar di hadapanMu? Semakin lama aku terdiam, semakin deras pula cambuk kehidupan menghantamku.
Deru sungai semakin deras terdengar di telinga, membuatku semakin ragu untuk melewatinya. Jauh di seberang sungai, ku lihat keindahan yang tak pernah aku bayangkan kecantikannya. Aku ingin ke sana, memulai kembali lembar hidup yang baru di tempat yang baru dan yang lebih indah untukku. Tapi nyaliku tak cukup bersatu untuk mendampingiku menyeberangi sungai deras di hadapanku. Aku seakan terpaku di ujung pematang sawah itu. Aku tak berani menghadapi sungai deras itu tetapi aku juga tak akan pernah kembali ke dalam kehidupan yang selalu membodohiku. Biarlah, aku akan tetap di sini, di ujung pematang sawah ini dan akan kutunggu seseorang dari seberang sana melemparkan tambangnya untuk membantuku seberangi sungai deras ini meski sampai ajalku datang menjemput.




Tulisan ini terinspirasi ketika melihat orang-orang yang selalu dianggap sebagai orang yang kehilangan akal sehatnya (gila).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar